free page hit counter

Refleksi Kocak ala Hari Hak Asasi Manusia 2024: Hak Hidup, Hak Bahagia, dan Hak untuk Nggak Diganggu!

Duta Damai BNPT RI Regional Aceh – Hari Hak Asasi Manusia Internasional kembali menyapa kita, teman-teman! Tahun 2024 ini, momen ini menjadi waktu yang tepat untuk merenungkan hak-hak dasar yang seharusnya menjadi milik setiap individu. Tapi, mari kita jujur: siapa di antara kita yang ingat detail hak asasi manusia kecuali saat ada ujian PPKn dulu? Tenang, bukan Anda saja. Sebagian dari kita hanya mengingat bahwa ada hak untuk hidup dan… apa lagi ya?Nah, kali ini, mari kita refleksi dengan cara santai tapi penuh makna. Karena seperti kata pepatah modern: kalau mikir terlalu serius, otak bisa gosong. Yuk, bahas hak-hak yang sering kita abaikan tapi sebenarnya sangat relevan dalam kehidupan sehari-hari.

Hak untuk Hidup, Tapi Kok Berasa Kayak Bertahan Hidup?Konsep hak untuk hidup memang terdengar megah, tapi realitanya, bagi banyak orang, hidup lebih sering terasa seperti game survival. Dari antre bensin panjang yang bikin sabar diuji, menghadapi bos yang minta laporan deadline kemarin, hingga bertahan di tengah drama tetangga yang lebih seru dari sinetron, rasanya hidup itu lebih mirip ujian kesabaran ketimbang sebuah hak yang mulus tanpa hambatan.Namun, bukankah ini bagian dari keindahan hidup? Kita tertawa, menangis, marah, bahkan kesal dengan WiFi yang putus-putus. Semua ini mengajarkan bahwa hidup itu dinamis, dan hak untuk hidup bukan hanya soal bernapas, tapi juga soal belajar menikmati segala kerepotannya.

Hak untuk Bahagia: Siapa Bilang Mudah?“Setiap orang berhak untuk bahagia”. Pernah dengar kalimat ini? Tentu saja, kan? Tapi bagaimana praktiknya? Misalnya, Anda baru saja selesai mencuci motor, dan tiba-tiba hujan deras turun. Hak bahagia Anda langsung terlawan oleh kenyataan, bukan?Atau, bagaimana dengan para pekerja yang berharap THR datang lebih cepat, tapi kenyataannya malah bonus itu datang setelah Lebaran lewat? Kita berhak untuk bahagia, tapi sering kali harus menghadapi situasi yang membuat kita bertanya, “Apakah ini ujian hidup?”Tapi, di sinilah keunikan hak asasi manusia. Bahagia itu sering kali bukan soal situasi, tapi soal perspektif. Kalau hujan turun setelah mencuci motor, coba anggap saja hujan itu bonus pembilasan alami. Nah, kebahagiaan pun bisa dicari, meski kenyataan sering kali keras seperti kerak nasi.

Hak untuk Nggak Diganggu: Mimpi yang Indah!Bayangkan Anda sedang menikmati secangkir kopi hangat sambil membaca buku favorit. Tiba-tiba tetangga sebelah memutar musik dangdut dengan volume setara konser stadion. Hak untuk tenang Anda otomatis lenyap. Atau, coba ingat saat Anda sedang tidur siang, lalu tukang bakso lewat dengan suara “Ting… Ting…!” yang khas. Rasanya ingin protes, tapi gimana caranya?Hak untuk nggak diganggu sepertinya hanya ada di dunia ideal. Di dunia nyata, gangguan datang dari berbagai arah: ponsel yang terus berdering, tetangga yang suka kepo, atau bahkan pengendara motor yang main klakson sembarangan. Tapi mungkin di sinilah letak pelajaran humanisnya: belajar menerima gangguan dengan lapang dada, sambil berharap suatu saat dunia lebih ramah terhadap hak asasi ini.

Hak untuk Suara: Dari Demo hingga Drama Grup WhatsAppHak untuk berpendapat adalah salah satu hak fundamental yang sering kita manfaatkan di era media sosial ini. Sayangnya, kebebasan ini sering kali membuat kita lupa akan satu hal penting: bukan semua opini harus dipaksakan jadi konsumsi publik.Lihat saja drama di grup WhatsApp keluarga. Ada yang merasa perlu berdebat tentang politik, membahas teori konspirasi, atau bahkan sekadar menyampaikan resep bolu kukus anti gagal. Kebebasan berpendapat memang hak asasi, tapi kadang kita lupa bahwa diam juga bisa menjadi kebajikan.Jadi, mungkin pelajaran dari hak untuk suara adalah ini: mari kita gunakan kebebasan itu dengan bijak, termasuk dengan tahu kapan harus berhenti bicara.

Hak untuk Cinta: Realita atau Mitos?Hak untuk mencintai dan dicintai adalah hak yang diakui secara global. Tapi, coba tanya jomblo kronis yang sudah bertahun-tahun tanpa pasangan, “Hak yang mana?” Mereka mungkin akan menjawab, “Hak itu kayak unicorn banyak yang ngomong, tapi nggak pernah kelihatan”.Namun, hak untuk cinta sebenarnya lebih luas dari sekadar hubungan asmara. Ini soal kasih sayang antar teman, keluarga, bahkan kepada diri sendiri. Jadi, untuk semua yang merasa cinta sulit ditemukan, ingatlah bahwa cinta itu hadir dalam berbagai bentuk, bukan hanya lewat notifikasi chat dari gebetan.

Refleksi: Hak Asasi Itu Milik Semua, Tapi Harus Dijaga BersamaHari Hak Asasi Manusia bukan sekadar perayaan formal dengan pidato dan bunga-bunga di podium. Ini adalah pengingat bahwa hak-hak dasar ini adalah milik kita semua. Namun, hak-hak ini juga harus dijaga dengan tanggung jawab. Jangan sampai kita sibuk menuntut hak sendiri tapi lupa menghormati hak orang lain.Misalnya, hak Anda untuk menikmati musik dangdut kesukaan tidak boleh mengganggu hak tetangga untuk tidur nyenyak. Hak Anda untuk berpendapat di media sosial juga tidak boleh melanggar hak orang lain untuk tidak dipermalukan. Hak untuk hidup bahagia pun tidak berarti kita bebas mengambil kebahagiaan orang lain.

Penutup: Hak Asasi, Humor, dan HarapanSebagai penutup, mari kita ingat bahwa refleksi tentang hak asasi manusia tidak harus selalu serius dan penuh tekanan. Humor adalah salah satu cara terbaik untuk mendekati topik ini, karena tawa sering kali membuka hati dan pikiran. Dan dengan hati yang terbuka, kita lebih mungkin memahami dan menghormati hak-hak orang lain.Semoga di Hari Hak Asasi Manusia Internasional 2024 ini, kita semua bisa merenungkan hak-hak yang kita miliki dan hak-hak yang sering kita abaikan. Dan tentu saja, jangan lupa hak untuk tertawa, karena siapa tahu, itu yang paling kita butuhkan hari ini!

Penulis :

Benny SyuhadaDuta Damai BNPT RI Regional Aceh