Menurut International Council of Museums (ICOM) museum adalah sebuah lembaga permanen yang berperan dalam pelestarian dan pengkomunikasian warisan budaya dan alam, baik dalam bentuk material (benda fisik) maupun non-material (seperti tradisi, praktik budaya). Museum juga dipandang sebagai institusi yang melayani masyarakat, terbuka untukumum dengan tujuan pendidikan, studi, dan rekreasi. Secara garis besar museum memiliki berbagai fungsi penting bagi masyarakat, yaitu:
1. Edukasi: Memberikan pengetahuan tentang sejarah, seni, budaya, dan ilmu pengetahuan melalui pameran dan program pendidikan.2. Pelestarian: Melestarikan warisan budaya dan alam untuk generasi mendatang.3. Riset: Menyediakan bahan dan tempat penelitian untuk berbagai disiplin ilmu.4. Rekreasi: Menawarkan pengalaman belajar yang menyenangkan dan menghibur.5. Sosial: Menjadi ruang interaksi dan dialog bagi masyarakat.6. Kebudayaan: Memperkuat identitas budaya dan menghargai keragaman.7. Ekonomi: Berkontribusi pada pariwisata dan perekonomian lokal.8. Diplomasi: Mempererat hubungan internasional melalui diplomasi budaya.
Museum Aceh merupakan jenis museum edukasi, berdiri pada tanggal 31 Juli 1915 oleh pemerintah kolonial Belanda, atas inisiatif Gubernur Sipil dan Militer Aceh saat itu, yaitu Jenderal H.N.A. Swart. Pada masa awal pendiriannya, museum ini dibangun untuk memperkenalkan budaya Aceh kepada masyarakat kolonial dan pendatang sekaligus mendokumentasikan kekayaan budaya dan artefak dari kerajaan dan masyarakat Aceh. Bangunan utama museum, berupa Rumoh Aceh (rumah tradisional Aceh), awalnya dipamerkan sebagai paviliun Aceh dalam ajang De Koloniale Tentoonstelling di Semarang pada tahun 1914. Setelah acara tersebut, paviliun ini kemudian dipindahkan ke Banda Aceh dan dijadikan bangunan pertama Museum Aceh.
Museum Aceh memiliki berbagai koleksi berharga yang menggambarkan kebesaran sejarah, seni, dan budaya masyarakat Aceh. Salah satu contohnya yaitu Lonceng Cakra Donya. Lonceng Cakra Donya merupakan benda cagar budaya Museum Aceh sebagai bukti peningggalan historis masa lampau yang sampai saat ini masih terjaga dengan baik. Benda ini merupakan hadiah dari Kaisar Cina kepada Kesultanan Aceh pada abad ke-15. Lonceng ini terbuat dari besi berbentuk seperti stupa. Pada sisi luar terdapat inskripsi dalam huruf Arab (tidak terbaca lagi) yang dalam huruf Cina berbunyi “Sing Fat Niat Toeng Juu Kat Yat Tjo” yang artinya, Sultan Ling Tang yang telah dituang dalam bulan 12 dari tahun ke 5. Berdasarkan penelitian lonceng ini berasal dari Cina dibuat pada tahun 1409 dan pendapat lain menyatakan tahun 1469.
Lonceng Cakra Donya dipakai dalam setiap peneyerbuan oleh kapal perang Sultan Iskandar Muda yang bernama “Cakra Donya” (1607-1636). Fungsinya sebagai alat pertanda jika ada hal-hal berbahaya yang terjadi di laut. Selain itu, Lonceng Cakra Donya juga digunakan pula sebagai pemberi aba-aba dalam perang. Lonceng ini juga digunakan sebagai penanda berkumpul untuk mendengarkan maklumat Sultan pada saat itu.
Penulis :
Melsa Rayan SariDuta Damai BNPT RI Regional Aceh