free page hit counter

Sejarah Kongres Perempuan Indonesia

Kongres Perempuan Indonesia ke-1 berlangsung di Yogyakarta pada 22-25 Desember 1928, menjadi peristiwa bersejarah dalam perjuangan hak-hak perempuan. Bertempat di pendopo Dalem Jayadipuran kini Balai Pelestarian Nilai Budaya D.I. Yogyakarta acara ini dihadiri lebih dari seribu peserta, termasuk 30 organisasi perempuan dari Jawa dan Sumatra, serta sejumlah organisasi laki-laki seperti Boedi Oetomo, PNI, dan Muhammadiyah.

Fokus utama kongres adalah meningkatkan hak perempuan, terutama dalam pendidikan dan pernikahan, terinspirasi oleh perjuangan perempuan melawan penjajah di abad ke-19. Selain tokoh-tokoh perempuan, hadir pula beberapa pemimpin organisasi besar seperti Dr. Soepomo dan Mr. Singgih.

Acara ini mendapat liputan positif dari pers lokal. Media seperti Sedijo Tomo memuji hasil kongres, meskipun menyarankan agar gerakan perempuan tetap menjaga ciri khas Timur di tengah pengaruh budaya Barat. Kongres ini menandai awal penting bagi gerakan perempuan di Indonesia dan melahirkan Hari Ibu, yang diperingati setiap 22 Desember.

Keputusan-keputusan Kongres Perempuan Pertama tersebut adalah sebagai berikut :

  1. Mendirikan badan federasi bersama dengan nama “Perikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia (PPPI)”.
  2. Menerbitkan surat kabar, yang redaksinya dipercayakan kepada pengurus PPPI, anggota-anggota redaksi terdiri dari: Nyi Hajar Dewantoro, Nn. Hajinah, Ny. Ali Sastroamojoyo, Nn. Ismudiyati, Nn. Budiah dan Nn. Sunaryati (Nyi Sunaryati Sukemi).
  3. Mendirikan studifonds(dana studi) yang akan menolong gadis-gadis yang tidak mampu.
  4. Memperkuat pendidikan kepanduan putri.
  5. Mencegah perkawinan anak-anak.
  6. Mengirimkan mosi kepada pemerintah agar:
    • Secepatnya diadakan fonds bagi janda dan anak-anak.
    • Tunjangan bersifat pensiun jangan dicabut.
    • Sekolah-sekolah putri diperbanyak.
  7. Mengirimkan mosi kepada Raad Agama agar tiap talak dikuatkan secara tertulis sesuai dengan peraturan agama.

Sementara kepada pemerintah Hindia Belanda dikirimkan tiga mosi, antara lain :

  1. Penambahan sekolah-sekolah untuk anak-anak perempuan.
  2. Supaya pada penikahan pemberian keterangan tentang taklik (janji dan syarat-syarat perceraian) diwajibkan.
  3. Diadakan peraturan sokongan untuk janda-janda dan anak-anak piatu pegawai negeri.

Peserta Kongres Perempuan Indonesia diikuti oleh lebih dari 30 organisasi perempuan dari berbagai daerah di Jawa dan Sumatra, serta melibatkan lebih dari 1.000 peserta, Kongres ini juga memiliki tujuan untuk membahas isu-isu seperti hak perempuan dalam pendidikan, kesetaraan dalam pernikahan, dan perlunya mendidik perempuan agar lebih aktif dalam pembangunan bangsa. Sehingga pada akhirnya Terbentuklah organisasi federasi yang disebut Perikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia (PPPI) sebagai wadah persatuan. Kongres ini diketuai oleh Ny. Sukonto atau Siti Aminah.

Perkembangan setelah kongres, Kongres ini menjadi awal dari serangkaian kongres perempuan berikutnya yang memperjuangkan isu-isu seperti penghapusan pernikahan anak, kesetaraan hak, dan pemberdayaan perempuan. Beberapa momen penting setelah kongres pertama:

  1. Kongres Perempuan ke-2 (1935) di Jakarta, yang memperluas isu pada kesehatan ibu dan anak.
  2. Kongres Perempuan ke-3 (1938) yang menetapkan 22 Desember sebagai Hari Ibu Nasional, untuk menghormati perjuangan perempuan

Dampak dari Kongres Perempuan Indonesia mengukuhkan peran perempuan dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia dan membentuk landasan bagi gerakan feminisme di Indonesia. Hingga saat ini, kongres tersebut diperingati sebagai tonggak penting dalam sejarah bangsa, terutama dalam memperjuangkan keadilan gender dan hak-hak perempuan. Kongres ini juga menjadi simbol kesadaran bahwa perempuan memiliki peran strategis dalam pembangunan dan kemajuan bangsa.

“Kongres ini bukan sekadar pertemuan, tetapi awal dari gerakan perubahan menuju kesetaraan dan kemerdekaan.”

Penulis :

Melsa Rayan SariSekretaris Duta Damai BNPT RI Regional Aceh