Setiap tahun, bangsa Indonesia memperingati Hari Ulang Tahun Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI). Ini adalah momen di mana kita berhenti sejenak dari kesibukan scrolling media sosial atau berburu diskon Harbolnas untuk mengingat bahwa ada orang-orang yang dulu rela berjibaku demi kemerdekaan negeri ini. Tapi, mari kita jujur sebentar: seberapa besar sebenarnya perhatian kita terhadap peringatan ini? Apakah ini cuma acara formal yang berakhir dengan beberapa karangan bunga dan pidato panjang? Atau bisa jadi, ini saatnya kita berpikir ulang tentang cara kita menghormati para pahlawan ini dengan cara yang lebih relevan dan menghibur?
Veteran: Pahlawan Tanpa Tameng Vibranium
Generasi muda sekarang mungkin lebih kenal Captain America daripada Kapten Sudirman. Wajar saja, Captain America punya tameng vibranium, sementara Kapten Sudirman hanya bersenjatakan bambu runcing dan tekad baja. Tetapi, ada satu hal yang pasti: kisah heroisme para veteran kita jauh lebih epik daripada plot film superhero manapun. Bedanya, mereka nggak punya CGI atau soundtrack keren. Semua perjuangan itu nyata.
Sayangnya, kisah mereka sering kali terkubur di balik buku-buku sejarah yang berdebu atau diupacara-upacarakan tanpa makna yang terasa. Kita lebih sibuk memikirkan siapa yang bakal menang di Pilpres atau drama selebriti terbaru daripada menanyakan kabar veteran yang mungkin saat ini lebih sering “berperang” dengan kenaikan harga beras.
Antara Pahlawan dan Realitas Keseharian
Kalau kita bicara soal veteran, seringkali gambaran mereka dalam benak kita adalah sosok tua berpeci, berbaju rapi dengan medali di dada. Tapi, apakah kita pernah berpikir tentang kehidupan sehari-hari mereka? Banyak dari veteran ini harus menjalani masa tua mereka dengan pensiunan yang jauh dari kata cukup. Sementara mereka pernah bertempur demi harga diri bangsa, kini mereka harus bertempur dengan inflasi dan kenaikan harga bahan pokok.
Di sinilah ironi itu terasa. Di satu sisi, kita bangga dengan jargon “NKRI Harga Mati.” Di sisi lain, seringkali veteran kita “hidup mati segan” karena kurangnya perhatian. Ini seperti memberi medali emas ke seorang atlet, tapi lupa ngasih bonus uang. Medali itu nggak bisa ditukar sama beras, Bung!
Merayakan HUT LVRI dengan Gaya Kekinian
Sebagai generasi muda yang sering disalahkan karena terlalu sibuk dengan gadget, mungkin ini saatnya kita memberi warna baru dalam peringatan HUT LVRI. Daripada upacara formal yang bikin ngantuk, kenapa nggak bikin acara yang lebih menarik dan menghibur? Bayangkan kalau kita bikin acara podcast atau talk show dengan veteran sebagai bintang tamunya. Mereka bisa berbagi cerita tentang bagaimana rasanya sembunyi di hutan selama perang sambil makan ubi rebus, dibandingkan dengan anak muda zaman sekarang yang galau cuma karena jaringan Wi-Fi putus.
Atau, gimana kalau kita bikin kompetisi e-sport dengan nama-nama tim seperti “Pejuang 45” atau “Garuda Merdeka”? Selain seru, acara ini juga bisa jadi ajang edukasi sejarah yang relevan untuk generasi Z. Jangan lupa tambahkan giveaway voucher GoFood supaya lebih banyak yang tertarik ikut. Percaya deh, kalau ada hadiah, apapun acaranya pasti ramai!
Humor: Jembatan Antargenerasi
Satu hal yang sering dilupakan dalam peringatan seperti ini adalah bahwa veteran juga manusia. Mereka nggak selalu serius dan tegas seperti yang digambarkan di film-film dokumenter. Banyak dari mereka yang punya selera humor tinggi, bahkan bisa jadi lebih lucu daripada stand-up comedian.
Kenapa nggak kita adakan acara stand-up comedy khusus untuk veteran? Para komedian bisa membawakan materi tentang perbedaan perjuangan zaman dulu dengan tantangan generasi muda sekarang. Bayangkan seorang veteran menceritakan pengalamannya menyusup ke markas musuh dengan berbekal nyali, dibandingkan dengan anak muda yang “berperang” mencari colokan listrik di kafe. Ini nggak hanya akan menghibur, tapi juga menyatukan generasi dengan cara yang menyenangkan.
Veteran sebagai “Selebriti” Sehari
Momen HUT LVRI bisa menjadi panggung di mana veteran tampil sebagai “selebriti” sehari. Bayangkan veteran diberikan penghormatan dengan cara yang lebih personal dan menyentuh, seperti parade kecil di mana mereka diarak keliling kota sambil disoraki oleh warga. Bukan sekadar seremonial, tapi benar-benar momen di mana mereka merasa dihargai.
Atau, bagaimana kalau kita bikin dokumenter mini tentang kehidupan sehari-hari mereka? Bisa diunggah di YouTube atau media sosial dengan gaya yang ringan dan inspiratif. Ini nggak hanya akan meningkatkan kesadaran, tapi juga memberikan gambaran nyata tentang bagaimana mereka menjalani hidup pasca perang.
Refleksi: Lebih dari Sekadar Hari Peringatan
HUT LVRI seharusnya menjadi pengingat bagi kita semua bahwa perjuangan belum selesai. Veteran telah menyelesaikan babak mereka, dan sekarang giliran kita untuk melanjutkan perjuangan, bukan di medan perang, tapi di medan kehidupan sehari-hari. Menghargai mereka bukan hanya soal memberi penghormatan setahun sekali, tapi juga memastikan bahwa mereka mendapatkan kehidupan yang layak.
Sebagai generasi yang hidup di era serba digital, kita punya kekuatan untuk membuat perubahan, termasuk dalam cara kita merayakan HUT LVRI. Jangan biarkan momen ini berlalu begitu saja tanpa makna. Mari kita jadikan ini sebagai kesempatan untuk belajar, menghormati, dan merayakan para pahlawan kita dengan cara yang lebih relevan dan menyenangkan. Karena tanpa mereka, mungkin kita masih sibuk menjahit bendera sendiri, bukannya mengunggah selfie dengan filter merah putih.
Penutup: Apa yang Bisa Kita Lakukan?
Jadi, mari kita tanyakan pada diri sendiri: apa yang bisa kita lakukan untuk membuat HUT LVRI lebih bermakna? Mungkin ini saatnya kita mulai melihat veteran sebagai lebih dari sekadar bagian dari masa lalu, tapi juga sebagai inspirasi untuk masa depan. Karena pada akhirnya, menghormati mereka adalah menghormati diri kita sendiri sebagai bangsa.
Bagaimana menurut Anda? Apakah ada ide lain untuk merayakan HUT LVRI dengan cara yang lebih kreatif dan menyentuh hati? Kalau ada, yuk kita bicarakan dan mulai bergerak. Karena pahlawan sejati nggak hanya hidup di masa lalu, tapi juga di hati kita hari ini.
Penulis :
Benny Syuhada – Duta Damai BNPT RI Regional Aceh