free page hit counter

Peran Perserikatan Bangsa-Bangsa Mendamaikan Konflik Israel-Palestina: Refleksi Hari Jadi PBB Tahun 2024

Pada tahun 2024, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) merayakan hari jadinya yang ke-79. Sejak didirikan pada tahun 1945, PBB telah berperan sebagai lembaga multilateral yang berkomitmen menjaga perdamaian, keamanan, dan kesejahteraan dunia. Salah satu konflik yang paling lama dan sulit diselesaikan dalam sejarah modern adalah konflik Israel-Palestina, yang telah berlangsung selama beberapa dekade. Dalam konteks peringatan hari jadi PBB di tahun 2024, penting untuk merefleksikan peran PBB dalam mendamaikan konflik ini dan sejauh mana organisasi ini mampu menciptakan solusi yang adil dan berkelanjutan.

Sejarah Konflik Israel-PalestinaKonflik Israel-Palestina bermula sejak awal abad ke-20, terutama ketika wilayah Palestina berada di bawah mandat Inggris setelah Perang Dunia I. Ketegangan meningkat setelah migrasi massal Yahudi ke Palestina, yang mendorong tuntutan pembentukan negara Yahudi. Pada tahun 1947, PBB mengeluarkan Resolusi 181 yang menyarankan pembagian wilayah Palestina menjadi dua negara, satu untuk Yahudi dan satu untuk Arab. Namun, rencana ini tidak diterima oleh masyarakat Arab, yang memandangnya sebagai ketidakadilan atas hak mereka terhadap tanah yang sudah mereka huni selama berabad-abad.Perang yang pecah setelah deklarasi kemerdekaan Israel pada tahun 1948 hanya memperburuk situasi, dan hingga saat ini, konflik ini masih berlanjut dengan berbagai episode kekerasan, pendudukan wilayah, serta upaya diplomasi yang sering menemui jalan buntu. Sebagai lembaga internasional yang bertanggung jawab atas perdamaian global, PBB berulang kali berusaha mengintervensi dan memediasi konflik ini, dengan berbagai tingkat keberhasilan.

Peran PBB dalam Konflik Israel-PalestinaPBB memainkan peran penting dalam konflik Israel-Palestina sejak awal melalui berbagai resolusi, perjanjian, dan inisiatif perdamaian. Salah satu langkah pertama yang dilakukan PBB adalah pembentukan United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near East (UNRWA) pada tahun 1949, yang bertujuan membantu pengungsi Palestina yang terusir dari tanah mereka selama konflik 1948. Hingga saat ini, UNRWA tetap menjadi komponen penting dalam menyediakan bantuan kemanusiaan bagi jutaan pengungsi Palestina.PBB juga terus mengeluarkan berbagai resolusi yang mendukung solusi dua negara sebagai dasar untuk mencapai perdamaian yang langgeng. Salah satu resolusi yang paling penting adalah Resolusi 242, yang diadopsi setelah Perang Enam Hari pada tahun 1967. Resolusi ini menyerukan penarikan pasukan Israel dari wilayah yang diduduki serta menghormati kedaulatan dan integritas teritorial semua negara di kawasan tersebut. Resolusi ini menekankan prinsip “tanah untuk perdamaian,” yang menjadi dasar bagi banyak upaya diplomatik selanjutnya.Namun, meskipun PBB telah mengeluarkan banyak resolusi yang berfokus pada solusi damai, implementasi dari resolusi-resolusi tersebut sering kali terhambat oleh dinamika politik di lapangan. Terutama veto yang sering digunakan oleh anggota tetap Dewan Keamanan PBB, khususnya Amerika Serikat, telah menghambat tindakan yang lebih tegas terhadap Israel terkait pelanggaran hak asasi manusia dan pendudukan ilegal di wilayah Palestina. Hal ini menciptakan frustrasi di kalangan masyarakat Palestina dan banyak negara di Timur Tengah, yang merasa bahwa PBB tidak cukup tegas dalam menekan Israel untuk mematuhi hukum internasional.

Upaya Diplomasi dan KegagalanSalah satu upaya diplomasi paling signifikan yang melibatkan PBB adalah Konferensi Madrid pada tahun 1991, yang diprakarsai oleh Amerika Serikat dan Uni Soviet setelah berakhirnya Perang Dingin. Konferensi ini mempertemukan Israel, Palestina, serta negara-negara Arab untuk pertama kalinya dalam negosiasi formal. PBB berperan sebagai pengamat dalam proses ini dan mendukung pembentukan mekanisme perdamaian yang lebih inklusif. Namun, meskipun pertemuan ini membuka pintu bagi pembicaraan lebih lanjut, hasil konkret yang diharapkan tidak segera tercapai.Kemudian, pada tahun 1993, proses perdamaian Oslo menghasilkan deklarasi prinsip yang menandai kesepakatan penting antara Israel dan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO). Meskipun PBB tidak terlibat langsung dalam perundingan ini, organisasi tersebut mendukung hasilnya dan berkomitmen untuk mendukung solusi dua negara. Namun, proses Oslo akhirnya terhenti dan diikuti oleh Intifada kedua pada awal 2000-an, yang menunjukkan betapa rapuhnya setiap kesepakatan damai di kawasan ini.PBB juga telah mencoba memfasilitasi berbagai upaya gencatan senjata selama eskalasi kekerasan antara Israel dan kelompok-kelompok militan di Gaza, termasuk Hamas. Setiap kali konflik bersenjata pecah, seperti yang terjadi pada tahun 2008-2009, 2014, dan yang terbaru pada 2021, PBB melalui Dewan Keamanan dan Sekretaris Jenderalnya berusaha memediasi gencatan senjata untuk menghentikan pertumpahan darah. Namun, gencatan senjata ini sering kali bersifat sementara, dan konflik terus berulang karena akar permasalahan belum terselesaikan.

Tantangan dalam Upaya Perdamaian PBBAda banyak tantangan yang dihadapi PBB dalam upaya mendamaikan konflik Israel-Palestina. Salah satu tantangan terbesar adalah kurangnya kesatuan di antara anggota tetap Dewan Keamanan. Sebagai lembaga yang memiliki wewenang terbesar untuk mengeluarkan sanksi atau langkah-langkah tegas, Dewan Keamanan PBB sering kali terpecah terkait masalah Israel-Palestina. Amerika Serikat, sebagai sekutu utama Israel, sering menggunakan hak veto untuk memblokir resolusi yang dianggap tidak sesuai dengan kepentingan Israel, sementara negara-negara lain seperti Rusia dan China memiliki pandangan yang berbeda mengenai penyelesaian konflik ini.Selain itu, dinamika politik internal di Israel dan Palestina juga menyulitkan tercapainya perdamaian yang berkelanjutan. Di Israel, perdebatan tentang pendudukan wilayah Tepi Barat dan Yerusalem Timur sangat terpolarisasi, dengan kelompok-kelompok politik konservatif yang menolak kompromi dengan Palestina. Di pihak Palestina, konflik internal antara Fatah yang berkuasa di Tepi Barat dan Hamas yang mengontrol Gaza menciptakan kesulitan tambahan dalam pembentukan posisi negosiasi yang bersatu.Isu-isu mendasar seperti status Yerusalem, hak kembali bagi pengungsi Palestina, serta perbatasan yang jelas antara kedua negara tetap menjadi batu sandungan utama dalam setiap negosiasi. Meskipun PBB terus menyerukan solusi dua negara, implementasinya memerlukan komitmen politik yang kuat dari kedua belah pihak, serta dukungan penuh dari masyarakat internasional.

Harapan untuk Masa Depan: Refleksi Hari Jadi PBB 2024Pada peringatan hari jadi PBB yang ke-79 di tahun 2024, penting untuk merefleksikan pencapaian dan kegagalan dalam upaya organisasi ini mendamaikan konflik Israel-Palestina. Meski banyak tantangan, PBB tetap menjadi platform utama bagi dialog internasional mengenai konflik ini. Di masa depan, PBB perlu memperkuat perannya dalam mengadvokasi solusi yang adil dan berkelanjutan, dengan memastikan bahwa hak asasi manusia dan hukum internasional dihormati oleh semua pihak.Tindakan yang lebih kuat mungkin diperlukan untuk mengatasi ketimpangan kekuasaan antara Israel dan Palestina, serta untuk memastikan bahwa proses perdamaian tidak hanya menguntungkan salah satu pihak. PBB juga perlu mendorong negara-negara anggota untuk lebih berperan aktif dalam mediasi dan menekan pihak-pihak yang melanggar hukum internasional, terlepas dari pertimbangan geopolitik yang sempit.Meskipun perjalanan menuju perdamaian tampaknya masih panjang, komitmen PBB untuk terus terlibat dalam upaya perdamaian harus diapresiasi. Dengan kerja sama yang lebih erat antara masyarakat internasional dan dukungan dari komunitas global, masih ada harapan bahwa suatu hari nanti, konflik Israel-Palestina dapat mencapai penyelesaian yang damai dan berkelanjutan, di mana kedua negara dapat hidup berdampingan dengan aman dan sejahtera.

 

“Refleksi atas peran PBB dalam mendamaikan konflik Israel-Palestina selama hampir delapan dekade menunjukkan bahwa meskipun banyak tantangan yang dihadapi, peran organisasi ini tetap krusial. PBB harus terus menjadi penjaga hukum internasional dan pendukung hak-hak asasi manusia di kawasan ini. Dengan memperingati hari jadi PBB di tahun 2024, kita dapat mengambil pelajaran dari masa lalu dan berharap untuk masa depan yang lebih damai bagi Israel, Palestina, dan seluruh dunia”.

Penulis :

Benny SyuhadaDuta Damai BNPT RI Regional Aceh