Duta Damai BNPT RI Regional Aceh – Maulid Nabi Muhammad SAW adalah momen yang dinantikan oleh masyarakat Aceh, atau yang dikenal juga sebagai Tanah Rencong. Perayaan ini bukan sekadar seremonial keagamaan, tetapi juga menjadi peristiwa penuh kemeriahan yang merekatkan masyarakat dari berbagai lapisan. Bagi orang Aceh, Maulid itu mirip Lebaran versi ke-3; setelah Idul Fitri dan Idul Adha, datanglah Maulid dengan segala keseruannya. Tapi tentu saja, kemeriahan ini tidak lepas dari keanekaragaman tradisi yang dimiliki setiap daerah di Aceh. Ada yang berbeda, ada yang lucu, dan ada juga yang bikin kita mengangguk-angguk, berpikir, “Ah, begini ya cara orang Aceh merayakan Maulid?”
Mari kita kupas satu per satu keanekaragaman dan kemeriahan Maulid di Aceh, dengan sedikit bumbu humor untuk menghidupkan suasana.
1. Pesta Khanduri yang Serba MeriahKetika Maulid tiba, setiap desa di Aceh akan berlomba-lomba mengadakan khanduri alias kenduri, acara makan-makan bersama yang kerap dilaksanakan di balai desa atau meunasah. Tak main-main, sajian makanannya beragam dan berlimpah, mulai dari kuah beulangong (gulai daging), ayam tangkap, hingga aneka makanan khas Aceh lainnya yang menggugah selera. Bagi warga setempat, khanduri bukan hanya soal makanan, tapi juga cara untuk berbagi rezeki dan mempererat hubungan. Bayangkan, siapa yang tidak senang ketika melihat meja penuh makanan?Namun, uniknya, setiap daerah punya “ciri khas” tersendiri dalam khanduri. Misalnya, di wilayah Pidie, kuah beulangong selalu jadi primadona. Di Banda Aceh, khanduri bisa jadi lebih modern dengan tambahan menu kekinian seperti mie Aceh seafood yang menggoda. Jadinya, acara Maulid bukan hanya tempat makan bersama, tapi juga tempat bertukar resep rahasia antar-koki desa!
2. Tradisi Meuramin: Menyiapkan Berbagai Sajian di Setiap RumahDalam perayaan Maulid di Aceh, dikenal tradisi meuramin, di mana setiap rumah di satu desa atau gampong menyiapkan sajian makanan untuk tamu yang datang. Menariknya, tamu ini tidak hanya terbatas pada warga setempat, tapi juga para pengunjung dari desa lain yang ikut serta dalam perayaan Maulid. Kemeriahan ini benar-benar terasa seperti perayaan besar, di mana orang-orang bebas mampir dari satu rumah ke rumah lainnya, mencicipi berbagai hidangan khas dengan senyum ramah.Tentu saja, tamu juga harus pandai membaca situasi. Jangan sampai hanya mampir di rumah yang makanannya paling enak lalu lupa mampir ke rumah tetangga lainnya. Kalau begitu, nanti bisa-bisa pulang dengan julukan “tamu si pencicip licik,” atau istilah lucunya, “turis Maulid”.
3. Aneka Lomba Meriah: Dari Tilawah hingga Lomba MemasakSaat Maulid, masyarakat Aceh juga mengadakan aneka perlombaan sebagai bagian dari perayaan. Ada lomba tilawah Al-Quran, qasidah, dan lomba yang lebih modern seperti lomba memasak kuah beulangong. Lomba ini diadakan bukan hanya untuk meramaikan suasana, tetapi juga sebagai sarana dakwah dan mempererat tali silaturahmi. Lomba memasak, misalnya, jadi ajang bagi bapak-bapak yang biasanya cuma jadi “pengamat” masakan di dapur, kini turun tangan untuk meracik bumbu dan membuat kuah paling sedap. Tak jarang lomba ini berakhir dengan tawa, apalagi kalau ada “bumbu rahasia” yang malah bikin kuah rasanya tak tertebak!Tak lupa, ada juga perlombaan anak-anak, seperti balapan lari dengan sarung atau lomba adu cepat makan kue tradisional. Meski sederhana, keceriaan ini menjadi hiburan tersendiri bagi masyarakat, dan tentunya menjadi momen yang tak terlupakan bagi anak-anak di setiap desa.
4. Perayaan Maulid Ala Gayo: Rapa’i dan Zikir SamanDi Aceh, budaya Maulid memang kaya akan variasi. Di wilayah Gayo, misalnya, perayaan Maulid identik dengan tarian rapa’i dan zikir saman. Kedua tarian ini dibawakan dengan semangat yang tinggi, gerakan yang kompak, dan suara zikir yang bergema, sehingga menambah keagungan acara Maulid. Saat menyaksikan pertunjukan ini, kita seperti merasakan semangat kecintaan yang mendalam terhadap Rasulullah SAW.Namun, kalau Anda bukan orang Gayo asli, mungkin akan sedikit bingung dengan gerakan dan ritmenya. Banyak yang mencoba ikutan menari tapi malah tertinggal ritme, akhirnya jadi terlihat seperti “penari dadakan.” Tapi jangan salah, meskipun sedikit kaku, antusiasme warga tetap tinggi, dan itu yang membuat suasana Maulid semakin hidup dan meriah.
5. Tradisi Kenduri Apam di Aceh BaratAceh Barat punya cara tersendiri untuk merayakan Maulid, yakni dengan tradisi kenduri apam. Apam adalah sejenis kue serabi yang terbuat dari tepung beras dan santan. Setiap kali Maulid tiba, warga di Aceh Barat membuat apam dalam jumlah besar untuk dibagikan kepada para tamu. Tradisi ini dipercaya sebagai simbol kebersamaan dan rasa syukur.Lucunya, bagi sebagian tamu, kenduri apam adalah “ujian kesabaran”, karena butuh keterampilan khusus untuk memakan apam tanpa berantakan. Biasanya, ada saja yang langsung “menyerah” dan memilih cara makan cepat dengan menyantap apam bersama kopi. Nah, di sinilah keunikan Maulid di Aceh Barat—bukan hanya tentang makan, tetapi tentang tradisi dan cara menikmati hidangan yang berbeda.
6. Pengajian dan Tausiyah yang Menyentuh HatiSelain pesta dan makan-makan, Maulid di Aceh juga identik dengan pengajian dan tausiyah. Setiap desa biasanya mengundang penceramah untuk memberikan ceramah yang menginspirasi. Ceramah ini dihadiri oleh masyarakat dengan antusiasme tinggi, yang tak hanya datang untuk mendapatkan ilmu tetapi juga mempererat tali persaudaraan.Ceramah Maulid biasanya membawa kisah-kisah inspiratif dari kehidupan Nabi Muhammad SAW yang penuh teladan. Namun, di beberapa tempat, ceramah sering kali diselingi dengan humor yang relevan dengan kehidupan sehari-hari, sehingga jamaah bisa tertawa sambil merenung. Inilah yang membuat pengajian Maulid begitu hidup dan penuh warna, sehingga suasana menjadi akrab dan hangat.
7. Pawai Maulid yang Menyala-nyalaDi beberapa daerah di Aceh, perayaan Maulid juga diramaikan dengan pawai obor atau pawai lampion. Warga berkumpul bersama dengan membawa obor atau lampion, berjalan beriringan di malam hari sambil melantunkan shalawat. Pemandangan ini sangat indah, seperti lautan cahaya yang bergerak dan mengagungkan kebesaran Nabi.Bagi yang melihat pawai ini, mungkin ada rasa kagum sekaligus geli. Kagum karena semangat persatuan yang terlihat jelas di antara warga, dan geli karena kadang-kadang ada saja anak-anak yang tiba-tiba ingin jadi “pemandu pawai”, sehingga malah berjalan terlalu cepat atau melambat tanpa peduli barisan. Tapi inilah yang membuat pawai Maulid begitu menyenangkan dan penuh kenangan.
Kemeriahan dan keanekaragaman Maulid Nabi Muhammad SAW di seluruh penjuru Tanah Rencong memang menunjukkan betapa kayanya budaya Aceh. Mulai dari khanduri, meuramin, lomba-lomba, hingga pawai obor, semuanya merupakan bentuk ekspresi cinta masyarakat Aceh terhadap Nabi Muhammad SAW. Setiap daerah punya cara unik untuk merayakannya, tetapi pada dasarnya semua memiliki tujuan yang sama, yaitu mengekspresikan kecintaan, kebersamaan, dan kesyukuran.Maulid di Aceh adalah cerminan dari nilai-nilai keislaman yang dikemas dengan tradisi lokal, sehingga menciptakan atmosfer yang hangat dan meriah. Semoga tradisi ini terus lestari dan menjadi jembatan persatuan serta kebahagiaan di tengah
Kesimpulan: Maulid, Sebuah Tradisi yang Kaya Akan Kebersamaan
Penulis :
Benny SyuhadaDuta Damai BNPT RI Regional Aceh