free page hit counter

Hari Kerohanian 3 November: Saatnya Merenung (Sambil Tertawa Sedikit)

Hari Kerohanian yang diperingati pada 3 November setiap tahunnya merupakan momen untuk introspeksi, merenungkan perjalanan spiritual, dan mendekatkan diri pada hal-hal yang bersifat rohani. Biasanya, perayaan ini sering diisi dengan berbagai kegiatan keagamaan atau refleksi batin, di mana orang-orang berusaha mencari kedamaian dalam hiruk-pikuk kehidupan. Namun, dalam artikel ini, mari kita lihat Hari Kerohanian dari sudut pandang yang menggelitik—karena sesekali, mencari kedamaian juga butuh sedikit canda, bukan?

1. Meditasi “Mengejar Kedamaian” (Yang Kadang Justru Bikin Kesal)Meditasi sering menjadi kegiatan favorit saat Hari Kerohanian. Tujuannya tentu untuk menenangkan pikiran, menghilangkan stres, dan merasakan kedamaian batin. Tapi, siapa yang tak pernah mengalami meditasi gagal karena otak malah semakin ramai? Saat duduk bersila dengan mata terpejam, tiba-tiba pikiran melayang ke tagihan listrik, pekerjaan menumpuk, atau bahkan balasan pesan yang tertinggal. Alih-alih tenang, meditasi kadang justru menjadi ajang mengingat segala masalah duniawi. Maka, tak heran jika beberapa orang justru merasa lebih stres setelah meditasi—sebuah ironi dari upaya “menemukan kedamaian.”

2. Renungan ”Anti-Basi” yang Selalu Sama Tiap TahunDi Hari Kerohanian, biasanya kita merenung tentang perjalanan hidup, apa saja yang sudah dicapai, dan kesalahan apa yang bisa diperbaiki. Namun, bagi sebagian orang, renungan ini sering kali “copy-paste” dari tahun ke tahun. Refleksi yang sama, harapan yang sama, dan—jujur saja—mungkin juga kesalahan yang sama. Misalnya, “tahun depan harus lebih sabar dan tidak gampang marah.” Tapi entah mengapa, begitu tahun berganti, janji ini ikut “reset” dan kembali dilanggar. Hari Kerohanian mengingatkan kita bahwa manusia memang tidak sempurna, dan kadang yang kita renungkan adalah kesalahan yang sama untuk ke sekian kalinya.

3. Diet Spiritual DadakanDi momen seperti ini, banyak yang mendadak ingat pentingnya menjaga kesehatan spiritual, tak jauh beda dengan semangat “diet dadakan” menjelang acara penting. Hari Kerohanian pun menjadi momen bagi sebagian orang untuk menjadi “lebih baik” dalam sehari—mungkin dengan beribadah lebih rajin, menghindari kebiasaan buruk, atau bahkan lebih ramah pada orang sekitar. Sayangnya, semangat ini sering kali berakhir setelah Hari Kerohanian selesai. Seperti halnya diet yang hanya bertahan beberapa hari, komitmen spiritual dadakan ini pun sering “kandas” di tengah jalan.

4. Sosok “Guru Spiritual” di Media SosialDi era digital, Hari Kerohanian tak lengkap tanpa kehadiran “guru spiritual dadakan” di media sosial. Berbagai quotes bijak dan refleksi mendalam mendadak memenuhi linimasa, seolah semua orang tiba-tiba berubah menjadi filsuf. Mulai dari kutipan-kutipan tentang kebahagiaan, kedamaian batin, hingga nasihat bijak ala “hidup itu harus sabar dan ikhlas.” Namun, lucunya, setelah Hari Kerohanian lewat, mereka kembali mengunggah postingan galau atau keluhan tentang pekerjaan. Hari Kerohanian mengingatkan kita bahwa kadang spiritualitas memang lebih mudah ditampilkan di media sosial daripada diterapkan dalam kehidupan nyata.

5. Refleksi Bersama di Kantor (Yang Kadang Dianggap Cuma “Formalitas”)Bagi beberapa perusahaan, Hari Kerohanian sering kali diisi dengan kegiatan refleksi bersama. Dalam forum ini, seluruh karyawan berkumpul untuk merenung dan saling berbagi tentang perjalanan hidup dan kebijaksanaan yang telah dipelajari. Namun, di balik suasana khusyuk, ada yang merasa kegiatan ini lebih mirip “formalitas wajib” dibandingkan momen refleksi yang tulus. Ada yang hadir sambil melirik jam atau malah sibuk merencanakan acara setelahnya. Bagi sebagian orang, kegiatan refleksi ini hanya menjadi waktu tambahan untuk melamun—alias meditasi ala kadarnya sambil menunggu sesi selesai.

6. Mengenal ”Inner Peace” dalam Suasana MacetMenemukan “inner peace” atau kedamaian batin mungkin menjadi salah satu tujuan utama Hari Kerohanian. Namun, mencapainya tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, apalagi jika tinggal di kota besar dengan lalu lintas padat. Bagi mereka yang harus menghadapi kemacetan setiap hari, Hari Kerohanian adalah ujian sesungguhnya untuk mencapai ketenangan dalam situasi yang sangat tidak damai. Macet menjadi latihan khusus untuk kesabaran, di mana suara klakson dan asap kendaraan menguji kesungguhan dalam mencari kedamaian batin. Siapa yang mampu menemukan “inner peace” di tengah kemacetan, mungkin pantas diangkat jadi guru spiritual sesungguhnya!

7. Ritual Bersih-Bersih Hati (Dan Rumah)Selain refleksi batin, Hari Kerohanian juga sering kali dimaknai sebagai waktu untuk “membersihkan hati.” Di sisi lain, membersihkan hati sering kali diikuti dengan ritual bersih-bersih rumah. Mengapa demikian? Mungkin karena orang-orang ingin memulai perjalanan spiritual dengan suasana yang rapi dan tenang. Namun, yang menarik, ada kalanya bersih-bersih ini justru lebih sibuk di urusan rumah dibanding hati. Lemari yang akhirnya dibereskan, barang-barang lama yang disumbangkan, dan ruangan yang dibuat rapi seolah menjadi upaya simbolis untuk “membersihkan batin” secara harfiah.

8. Menghindari ”Ghibah” (Tapi Hanya Sehari)Hari Kerohanian mengingatkan kita untuk menjauhkan diri dari perilaku negatif, termasuk “ghibah” alias gosip. Di hari ini, banyak yang bertekad untuk tidak membicarakan orang lain demi menjaga hati tetap bersih. Namun, ini bukan hal yang mudah. Kebiasaan ghibah mungkin bisa ditahan sehari, tapi entah kenapa, setelah Hari Kerohanian berlalu, kebiasaan ini kembali muncul. Hari Kerohanian mengajarkan bahwa mengubah kebiasaan butuh waktu dan niat yang konsisten—sesuatu yang mungkin lebih sulit daripada yang dibayangkan.

9. Mencari Ketulusan di Tengah Tuntutan HidupHari Kerohanian juga mengingatkan kita untuk hidup lebih tulus dan jujur dalam segala hal. Namun, dalam praktiknya, tuntutan hidup membuat ketulusan ini kerap diuji. Misalnya, ketika harus tersenyum menghadapi rekan kerja yang sering bikin jengkel atau ketika harus bersikap ramah pada orang yang tidak disukai. Hari Kerohanian mengajak kita untuk introspeksi dan mencari ketulusan dalam tindakan sehari-hari. Namun, tentu saja, menemukan ketulusan di tengah dunia yang penuh kepentingan pribadi menjadi tantangan tersendiri.

10. Menertawakan Diri Sendiri: Kunci Spiritual yang Kadang TerlupakanDi balik segala keseriusan Hari Kerohanian, kita juga perlu belajar menertawakan diri sendiri. Mengingat bahwa kita adalah manusia biasa yang sering berbuat salah dan penuh kekurangan. Terkadang, saat momen-momen refleksi, kita terlalu serius memikirkan segala kekurangan dan hal yang perlu diperbaiki. Padahal, ada baiknya kita belajar menerima diri dengan sedikit canda. Menertawakan kekurangan dan kegagalan bukan berarti tidak peduli, tetapi merupakan cara untuk mengingatkan diri agar tetap rendah hati.

     Hari Kerohanian seharusnya menjadi momen yang penuh makna dan menginspirasi kita untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Namun, tidak ada salahnya jika kita memaknainya dengan sedikit humor. Di tengah kesibukan dan tuntutan hidup, Hari Kerohanian bisa menjadi waktu untuk merenung dengan hati yang ringan. Mari kita manfaatkan momen ini untuk merenung, tetapi jangan lupa tertawa-karena siapa tahu, kedamaian batin yang kita cari justru tersembunyi di balik tawa ringan dan keikhlasan menerima segala kekurangan.

 

Penulis :

Benny SyuhadaDuta Damai BNPT RI Regional Aceh