free page hit counter

Lima Menit di Bilik Suara, Lima Tahun Berharap Bahagia

Duta Damai BNPT RI Regional Aceh – Pemilihan kepala daerah (pilkada) memang fenomena yang unik. Hanya dalam waktu lima menit—bahkan mungkin kurang—kita diminta untuk menentukan nasib daerah selama lima tahun ke depan. Pertanyaannya, seberapa serius kita memanfaatkan lima menit itu? Jangan-jangan lebih banyak waktu yang kita habiskan untuk memilih warna baju ke TPS daripada memikirkan siapa yang benar-benar layak memimpin daerah kita.

Lima Menit yang Sering DisepelekanMari kita jujur. Seberapa sering kita memilih pemimpin hanya karena alasan yang, kalau dipikir-pikir, sebenarnya kurang masuk akal? Contoh paling klasik adalah memilih karena faktor “kenal”. Kalau bukan saudara, ya, minimal teman nongkrong di warung kopi. Kalau bukan itu, pilih karena “orangnya baik”. Loh, baik itu penting, tapi apakah cukup untuk memimpin daerah?Lalu ada juga yang memilih berdasarkan janji manis yang dilontarkan selama kampanye. Janji bikin jalan mulus, buka lapangan kerja seluas sawah, atau menjanjikan internet gratis di setiap sudut kota. Masalahnya, janji itu sering kali cuma seperti undangan pernikahan: begitu pesta selesai, lupa semua.

Kampanye ala Sinetron: Drama di Mana-ManaPilkada tanpa drama itu seperti sayur tanpa garam. Ada saja kandidat yang tiba-tiba rajin menyapa warga, padahal sebelumnya ke pasar saja mungkin hanya untuk foto Instagram. Belum lagi gaya berpidato yang mendadak penuh empati, lengkap dengan intonasi menyayat hati, seperti aktor yang sedang audisi sinetron.Ada juga kampanye gaya “serangan fajar”. Bukan dengan adegan heroik, melainkan amplop yang isinya lebih tebal dari dompet mahasiswa akhir bulan. Ironisnya, banyak yang tergoda. Padahal, amplop itu bisa habis dalam hitungan hari, sementara lima tahun ke depan kita tetap harus menghadapi jalan berlubang dan pelayanan publik yang ala kadarnya.

Apakah Kita Sudah Benar-Benar Mengenal Kandidat?Memilih pemimpin tidak seperti memilih baju diskon. Kalau salah ukuran, baju bisa diganti. Tapi kalau salah pilih pemimpin, ya, terpaksa bertahan lima tahun. Maka, penting sekali untuk mengenal siapa kandidatnya. Jangan cuma berdasarkan baliho yang senyumnya lebar, tapi cari tahu apa yang sudah mereka lakukan sebelumnya. Apakah mereka punya rekam jejak yang membanggakan atau justru penuh kontroversi?Ada satu jebakan lagi: pencitraan di media sosial. Banyak kandidat yang mendadak jadi “influencer dadakan”, rajin upload video lucu-lucu atau aksi blusukan. Kita perlu ingat, konten media sosial itu bisa diatur sedemikian rupa untuk menampilkan sisi terbaik (dan kadang palsu) seseorang. Jangan sampai tertipu.

Menghibur Diri dengan Humor PemiluPilkada juga sering menjadi sumber humor, terutama di kalangan warganet. Mulai dari meme yang mengolok-olok janji kampanye hingga parodi debat kandidat. Ada juga komentar nyeleneh seperti, “Saya pilih kandidat ini karena kucingnya lucu.” Sekilas lucu, tapi di balik itu, ada sindiran tajam: apakah kita benar-benar memilih dengan logika atau sekadar ikut-ikutan tren?

Lima Tahun Itu Lama, Jangan Sampai MenyesalLima menit memilih pemimpin mungkin terasa singkat, tapi dampaknya bisa panjang. Kalau salah pilih, lima tahun ke depan kita hanya bisa meratapi nasib sambil berkata, “Duh, kenapa waktu itu nggak milih yang lain aja?” Bayangkan, lima tahun berarti sekitar 1.825 hari. Itu waktu yang cukup lama untuk merasa kecewa.Sebaliknya, kalau kita memilih pemimpin yang tepat, lima tahun bisa menjadi periode penuh perubahan positif. Infrastruktur membaik, pelayanan publik lebih cepat, dan kesejahteraan masyarakat meningkat. Jadi, mari kita manfaatkan lima menit itu dengan sebaik-baiknya.

 

Tips Memilih Pemimpin yang Tepat

Kenali Rekam JejaknyaJangan hanya percaya pada janji. Cari tahu apa saja yang sudah dilakukan kandidat sebelumnya. Kalau rekam jejaknya buruk, jangan berharap dia tiba-tiba berubah menjadi malaikat setelah terpilih.

Pahami ProgramnyaPeriksa apakah program yang ditawarkan realistis. Kalau ada kandidat yang menjanjikan bulan dan bintang, mungkin saatnya mempertanyakan kewarasannya.

Jangan Terpengaruh Isu SARAPilihlah berdasarkan kemampuan, bukan faktor suku, agama, atau ras. Isu SARA hanya memecah belah masyarakat dan sering digunakan untuk menutupi kelemahan kandidat.

Waspada Politik UangJangan tergiur oleh amplop atau hadiah. Ingat, uang itu berasal dari kita juga, yang nanti akan diganti dengan pajak lebih tinggi atau anggaran yang diselewengkan.

Diskusikan dengan Orang LainAjak keluarga atau teman berdiskusi tentang pilihan kita. Kadang, sudut pandang orang lain bisa membuka mata kita terhadap hal-hal yang sebelumnya tidak kita sadari.

Penutup: Pemimpin adalah Cermin KitaPemimpin yang terpilih adalah cerminan masyarakat yang memilihnya. Kalau kita ingin pemimpin yang jujur, kompeten, dan peduli, kita juga harus menjadi pemilih yang cerdas. Jangan memilih hanya karena alasan emosional atau material sesaat.Jadi, saat pilkada nanti, gunakan lima menit itu dengan bijak. Jangan sampai kita menghabiskan lima tahun dengan keluhan dan penyesalan. Karena pada akhirnya, masa depan daerah ada di tangan kita, dan itu dimulai dari lima menit di bilik suara.

Penulis :

Benny SyuhadaDuta Damai BNPT RI Regional Aceh