Hari Pengentasan Kemiskinan Internasional yang diperingati setiap tanggal 17 Oktober, bukan hanya menjadi momen untuk merayakan upaya-upaya yang telah dilakukan dalam mengurangi angka kemiskinan di dunia, namun juga menjadi waktu yang tepat untuk merefleksikan tantangan-tantangan yang masih ada dan bagaimana dunia dapat terus bergerak maju dalam mengatasi salah satu masalah global paling mendesak ini. Ketimpangan ekonomi, ketidakadilan sosial, dan dampak perubahan iklim semakin memperdalam jurang kemiskinan, sehingga membuat peringatan ini menjadi relevan setiap tahunnya.
Sejarah Hari Pengentasan KemiskinanHari Pengentasan Kemiskinan pertama kali diresmikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1992 sebagai bagian dari upaya internasional untuk mengakui penderitaan jutaan orang yang hidup di bawah garis kemiskinan. Tanggal 17 Oktober dipilih karena pada hari tersebut di tahun 1987, lebih dari 100.000 orang berkumpul di Paris untuk menghormati para korban kemiskinan, kelaparan, dan kekerasan, serta menyuarakan solidaritas global terhadap perjuangan mereka. PBB mengakui bahwa kemiskinan merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia, dan pengentasan kemiskinan adalah kewajiban moral yang harus dijalankan oleh komunitas global.Namun, hingga kini, kemiskinan tetap menjadi masalah yang sangat kompleks, terkait erat dengan isu-isu lain seperti ketimpangan, diskriminasi, pendidikan yang tidak merata, dan akses terhadap sumber daya dasar seperti air bersih, layanan kesehatan, dan perumahan layak. Tantangan ini semakin diperburuk oleh perubahan iklim yang menyebabkan bencana alam, kekeringan, dan kelangkaan pangan yang kerap kali menghantam kelompok masyarakat miskin.
Kemiskinan Global: Statistik dan RealitaMeskipun kemajuan signifikan telah dicapai, kemiskinan masih menghantui jutaan orang di seluruh dunia. Menurut Bank Dunia, pada tahun 2022, sekitar 8,5% dari populasi global (sekitar 650 juta orang) masih hidup di bawah garis kemiskinan internasional, yaitu dengan pendapatan kurang dari $2,15 per hari. Di negara-negara berkembang, angka ini jauh lebih tinggi, terutama di Afrika Sub-Sahara dan Asia Selatan.Selain itu, pandemi COVID-19 memperburuk situasi, di mana banyak negara mengalami peningkatan jumlah penduduk yang jatuh ke dalam kemiskinan akibat hilangnya pekerjaan, kenaikan biaya hidup, dan akses yang terbatas terhadap layanan kesehatan. Krisis ini menunjukkan betapa rentannya kelompok-kelompok tertentu, terutama perempuan, anak-anak, penyandang disabilitas, dan masyarakat adat yang sering kali menjadi kelompok paling terdampak dalam situasi krisis ekonomi.Ketimpangan ekonomi juga semakin mencolok, di mana segelintir orang kaya menguasai sebagian besar kekayaan dunia, sementara sebagian besar populasi dunia berjuang untuk bertahan hidup. Menurut laporan Oxfam pada 2023, 1% orang terkaya di dunia memiliki lebih dari separuh kekayaan global. Ketimpangan ini tidak hanya terjadi antarnegara, tetapi juga di dalam negara-negara itu sendiri, di mana akses terhadap sumber daya dan kesempatan sering kali dibatasi oleh latar belakang sosial, etnis, atau gender.
Tantangan Pengentasan Kemiskinan di Era Perubahan IklimSelain ketimpangan ekonomi, perubahan iklim menjadi ancaman terbesar bagi upaya pengentasan kemiskinan. Fenomena ini menyebabkan bencana alam yang semakin sering dan parah, seperti banjir, kekeringan, dan badai, yang paling banyak memengaruhi masyarakat miskin. Di banyak negara berkembang, pertanian merupakan mata pencaharian utama bagi jutaan orang miskin, dan perubahan iklim telah mengancam kelangsungan hidup mereka dengan menurunkan produktivitas pangan dan menyebabkan kelangkaan air.Di negara-negara kepulauan kecil dan daerah pesisir, kenaikan permukaan laut menempatkan masyarakat miskin pada risiko tinggi, di mana mereka sering kali tidak memiliki sumber daya atau infrastruktur untuk mengatasi dampak perubahan iklim. Ketidakadilan ini jelas terlihat: mereka yang paling sedikit berkontribusi terhadap pemanasan global justru menjadi yang paling terdampak. Pengentasan kemiskinan dalam konteks ini tidak hanya membutuhkan solusi ekonomi, tetapi juga strategi adaptasi iklim yang tangguh dan inklusif.
Peran Pemerintah dan Masyarakat SipilPengentasan kemiskinan membutuhkan pendekatan yang holistik dan melibatkan semua pihak, termasuk pemerintah, organisasi internasional, sektor swasta, dan masyarakat sipil. Pemerintah memiliki peran kunci dalam menciptakan kebijakan ekonomi yang adil, mendukung akses terhadap layanan dasar, serta memastikan distribusi sumber daya yang merata. Namun, tanggung jawab ini tidak hanya terletak pada pemerintah. Masyarakat sipil, termasuk LSM dan komunitas lokal, juga memainkan peran penting dalam mengadvokasi hak-hak orang miskin, menyediakan bantuan langsung, dan memberikan pelatihan keterampilan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.Salah satu contoh sukses adalah program transfer tunai bersyarat, seperti yang diterapkan di Brasil (Bolsa Familia) dan Meksiko (Oportunidades), di mana pemerintah memberikan bantuan keuangan kepada keluarga miskin dengan syarat mereka memastikan anak-anak mereka bersekolah dan mendapatkan perawatan kesehatan. Program-program ini terbukti efektif dalam mengurangi angka kemiskinan dan meningkatkan kualitas hidup keluarga miskin.Namun, pendekatan ini harus disesuaikan dengan konteks lokal, dan tidak ada solusi yang berlaku secara universal. Setiap negara memiliki tantangan dan peluangnya sendiri dalam menghadapi kemiskinan, sehingga kebijakan harus dirancang berdasarkan kebutuhan dan realitas setempat.
Teknologi dan Inovasi sebagai Alat Pengentasan KemiskinanTeknologi dan inovasi juga memegang peran penting dalam pengentasan kemiskinan. Teknologi digital, misalnya, telah membuka akses terhadap layanan keuangan melalui platform perbankan digital dan pembayaran seluler, yang memungkinkan masyarakat miskin, terutama di daerah terpencil, untuk berpartisipasi dalam ekonomi formal. Inovasi dalam bidang pertanian, seperti penggunaan benih tahan kekeringan dan teknik irigasi modern, juga membantu petani miskin meningkatkan produktivitas pangan mereka dan melindungi mereka dari dampak perubahan iklim.Namun, meski teknologi memiliki potensi besar, akses terhadap teknologi ini belum merata. Banyak daerah miskin yang masih belum memiliki akses internet atau infrastruktur yang memadai untuk memanfaatkan inovasi-inovasi ini. Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa teknologi disertai dengan kebijakan inklusif yang memungkinkan kelompok marginal menikmati manfaatnya.
Refleksi dan Harapan untuk Masa DepanHari Pengentasan Kemiskinan harus menjadi momen untuk merefleksikan perjalanan yang telah ditempuh dan tantangan yang masih dihadapi dalam mengatasi kemiskinan. Meskipun dunia telah mencapai kemajuan yang signifikan, jutaan orang masih hidup dalam kondisi yang tidak layak, terjebak dalam siklus kemiskinan yang sulit diputuskan.Dalam menghadapi tantangan ini, kolaborasi global, inovasi, dan komitmen yang kuat dari semua pihak diperlukan. Upaya pengentasan kemiskinan harus selalu memperhatikan keadilan sosial, lingkungan, dan ekonomi, dengan memastikan bahwa tidak ada seorang pun yang tertinggal dalam perjalanan menuju dunia yang lebih sejahtera dan adil.Penghapusan kemiskinan bukan hanya tentang memberikan bantuan finansial, tetapi juga tentang menciptakan sistem yang adil, inklusif, dan berkelanjutan, di mana setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang. Hari Pengentasan Kemiskinan Internasional harus menjadi pengingat bahwa kemiskinan bukanlah takdir yang tidak bisa diubah, tetapi masalah yang dapat diatasi jika kita semua bekerja bersama.
Penulis :
Benny SyuhadaDuta Damai BNPT RI Regional Aceh